Jakarta,radar istana Kisruh Demokrat sangat menarik. Serangan gencar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) awaln...
Jakarta,radar istana
Kisruh Demokrat sangat menarik. Serangan gencar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) awalnya dilihat oleh publik sebagai ambisi Moeldoko untuk merebut Demokrat. Analisis intelijen membongkar alasan di balik serangan SBY-AHY terhadap Jokowi dan Moeldoko.
SBY sebagai aktor dan dirigen kisruh Demokrat berhasil menghasut publik. Internal Demokrat Jhonny Allen Marbun, Darmizal, Muhammad Nazaruddin muncul melawan SBY. Publik, media dan media sosial pun terpecah. Mayoritas menghujat Jokowi dan Moeldoko.
Tak sembarangan SBY menetapkan target serangan. Moeldoko dianggap oleh SBY sebagai center of gravity kekuasaan Jokowi harus dibusukkan. Moeldoko mantan Panglima TNI, Ketua Umum HKTI, dan Kepala Staff Kepresidenan (KSP).
SBY memasang jebakan Batman pada Moeldoko. Karena lingkaran tidak seteril membuat Moeldoko terjerat. Strategi media pun mumpuni, diksi kata KSP di depan nama Moeldoko sengaja dipilih SBY-AHY adalah unsur paling mematikan. SBY berhasil menggiring publik membenci Moeldoko dan Jokowi.
Janji surga diberikan para pembelot Demokat pada Moeldoko. Lahirlah Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang. Moeldoko menjadi Ketum Demokrat setelah menekankan kepada para peserta KLB tentang legalitas KLB. Jawabannya: sah. Bodong hasilnya.
Akibatnya, kehancuran total nama Jokowi dan Moeldoko. Mereka terperangkap dalam gerakan siasat culas SBY dan Demokrat. Bukan Jokowi atau Moeldoko jika tidak bisa keluar dari kerikil SBY. Perusakan nama harus dibersihkan. Sterilisasi internal Moeldoko dan Jokowi terjadi.
Instink intelijen Jokowi dan Moeldoko bergerak. Pembusukan nama Moeldoko sejatinya adalah pintu masuk untuk menghancurkan Jokowi. Ada alasan dan fakta mengapa SBY-AHY menggunakan Moeldoko sebagai basis serangan untuk melengserkan Jokowi.
SBY takut kebusukan dirinya untuk menguasai secara permanen Partai Demokrat terkuak di publik dan internal Demokrat. Untuk menarik dukungan publik, SBY memanfaatkan sentimen kebencian, hoaks, fitnah, di luar Demokrat.
Harus diakui KLB Deli Serdang tidak sah. MenkumHAM menolak KLB tersebut. Sementara informasi awal ke Moeldoko menyatakan KLB sah. Artinya, ada informasi yang tidak sinkron, salah.
Namun, temuan intelijen yang meluruskan kisruh Demokrat membuat pendukung Jokowi sadar. Mulanya mereka terpecah oleh aksi akal bulus playing victim SBY. Moeldoko dan Jokowi bergerak masif untuk meluruskan persepsi publik yang telanjur hancur akibat ulah SBY-AHY. Muncul fakta-fakta yang mencengangkan.
Analis intelijen milik SBY membuat catatan pendek. SBY harus menyerang Jokowi, karena Jokowi akan melakukan gerakan sapu bersih terkait dengan asset negara Cendana dan Cikeas. Terbukti belakangan Jokowi sudah merampas TMII.
Celakanya di Istana ada bemper Jokowi yakni Moeldoko. SBY melihat Moeldoko ini sebagai center of gravity Jokowi. Bahkan dengan menargetkan Moeldoko, upaya menyerang Jokowi juga tercapai.
SBY mendapatkan dukungan dari kaum radikal HTI, teroris FPI, dan gerakan khilafah serta Wahabi. Munarman dan eks FPI mendukung Demokrat AHY. Bambang Widjajanto dan gerbong Anies Baswedan merapat ke SBY.
SBY tidak mengutuk serangan tersebut. Jika mengutuk akan kehilangan dukungan kaum intoleran. Jusuf Kalla, sekondan SBY, mengompori teroris untuk beraksi: Mabes Polri diserang. Sementara Moeldoko mengutuk keras serangan tersebut.
Maka menjadi sahih dan pas Moeldoko dan Jokowi bergerak cepat. Pembusukan terhadap mereka disambut dengan langkah strategis untuk melawan SBY. SBY selama 10 tahun berkuasa dan bahkan sampai kini tetap membesarkan kaum intoleran HTI, FPI.
Bukti lain tentang keterkaitan Demokrat dengan kaum intoleran. Kasus Jaran Kepang di Sumut. Moeldoko mengecam keras. Aksi intoleransi mengancam Bhineka Tunggal Ika pun tidak dikecam oleh AHY dan SBY. Karena jika SBY atau AHY mengecam, mereka akan kehilangan dukungan dari kelompok radikal, intoleran dan teroris.
Dan, sekali lagi Moeldoko sebagai benteng Jokowi, benteng NKRI, adalah salah satu jenderal yang ditakuti oleh Gatot Nurmantyo selain AM Hendropriyono. Tanpa mereka sepak terjang kaum radikal, teroris, dan HTI akan merajalela. Lagi-lagi SBY paham soal ini, benar di benaknya, Moeldoko harus disingkirkan dari Istana.
SBY adalah bagian dari kaum radikal, mendapat dukungan dari Munarman FPI, kaum intoleran yang secara bersama-sama akan menjungkalkan Jokowi dengan serangkaian fitnah SBY dan AHY terhadap Jokowi.
Publik menjadi paham bahwa justru Moeldoko harus mengambil Demokrat, agar skenario Demokrat, PKS, dan satu partai lain seperti NasDem gagal mengusung capres intoleran dan dekat dengan Jusuf Kalla seperti Anies Baswedan. Moeldoko berhasil membuka kedok konspirasi SBY-kaum radikal. (Penulis: Ninoy Karundeng),
Red
COMMENTS