Radar Istana.com - Batu Bara. Beredarnya Informasi tentang adanya upaya intimidasi yang sudah dan kelak mungkin akan dialami karyawan PT. ...
Radar Istana.com - Batu Bara.
Beredarnya Informasi tentang adanya upaya intimidasi yang sudah dan kelak mungkin akan dialami karyawan PT. Socfindo Tanah Gambus, kecamatan Lima Puluh, kabupaten Batu Bara, provinsi Sumatera Utara (Sumut) karena mengikuti aksi mogok kerja, mendapat tanggapan Ketua DPC Pejuang Bravo Lima (PBL) Batu Bara Vicktor Oktopianus Saragih SH.
Vicktor Saragih SH yang juga praktisi hukum di kabupaten Batu Bara menegaskan, bahwa aksi mogok kerja adalah salah satu hak normatif Buruh atau Pekerja. Sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) beserta perubahannya dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 28 Tahun 2014 tentang PKB (Perjanjian Kerja Bersama), sebagaimana kesepakatan BKSPPS Regional.
“Siapa pun tidak dibolehkan menghalang-halangi mogok kerja yang sah, tertib, dan damai. Yang dimaksud menghalang-halangi disini adalah pihak pimpinan atau managemen perusahaan tidak boleh menjatuhkan hukuman; dan atau tidak boleh mengintimidasi karyawan yang mogok kerja dalam bentuk apa pun; termasuk pula tidak boleh melakukan mutasi yang merugikan,” ungkapnya, Jumat (17/06/2022).
Lebihlanjut kata Viktor, jika suatu mogok kerja berlangsung dengan sah, tertib, dan damai, maka siapa pun tidak boleh melakukan penangkapan. Termasuk melakukan penahanan terhadap pekerja serta pengurus serikat pekerja yang malakukan mogok kerja. “Jika ada yang melarang atau menghalang-halangi maka dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun. Dan/atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400,” jelas Vicktor.
Masih menurut Vicktor, ada beberapa hal perlu menjadi perhatian. Bahwa bagi pekerja yang melakukan aksi mogok kerja sesuai aturan hukum, maka pihak pengusaha tidak boleh mengganti pekerja yang mogok kerja dengan pekerja lain dari luar perusahaan. Atau pihak managemen perusahan tidak dibenarkan memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apa pun kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja selama ataupun sesudah mogok kerja.
Selain itu, Viktor juga mengingatkan bagi karyawan yang melakukan mogok kerja agar mengikuti aturan sebagaimana Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-232/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah (Kepmenakertrans 232/2003),” imbaunya mengingatkan.
“Dengan menggunakan teori hukum penafsiran terbalik (a contrario), maka ketentuan tersebut dapat ditafsirkan bahwa jika suatu mogok kerja yang dilakukan pekerja secara tidak sah, tidak tertib, dan tidak damai, maka aparat keamanan dapat melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja dan juga terhadap pengurus serikat pekerja,” papar Vicktor sebelum mengakhiri statemennya.
(Sahriani)Karyawan Mogok Kerja, Ketua DPC Pejuang Bravo 5 Ingatkan PT. Socfindo Jangan Intimidasi Pekerja.
Radar Istana.com - Batu Bara.
Beredarnya Informasi tentang adanya upaya intimidasi yang sudah dan kelak mungkin akan dialami karyawan PT. Socfindo Tanah Gambus, kecamatan Lima Puluh, kabupaten Batu Bara, provinsi Sumatera Utara (Sumut) karena mengikuti aksi mogok kerja, mendapat tanggapan Ketua DPC Pejuang Bravo Lima (PBL) Batu Bara Vicktor Oktopianus Saragih SH.
Vicktor Saragih SH yang juga praktisi hukum di kabupaten Batu Bara menegaskan, bahwa aksi mogok kerja adalah salah satu hak normatif Buruh atau Pekerja. Sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) beserta perubahannya dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 28 Tahun 2014 tentang PKB (Perjanjian Kerja Bersama), sebagaimana kesepakatan BKSPPS Regional.
“Siapa pun tidak dibolehkan menghalang-halangi mogok kerja yang sah, tertib, dan damai. Yang dimaksud menghalang-halangi disini adalah pihak pimpinan atau managemen perusahaan tidak boleh menjatuhkan hukuman; dan atau tidak boleh mengintimidasi karyawan yang mogok kerja dalam bentuk apa pun; termasuk pula tidak boleh melakukan mutasi yang merugikan,” ungkapnya, Jumat (17/06/2022).
Lebihlanjut kata Viktor, jika suatu mogok kerja berlangsung dengan sah, tertib, dan damai, maka siapa pun tidak boleh melakukan penangkapan. Termasuk melakukan penahanan terhadap pekerja serta pengurus serikat pekerja yang malakukan mogok kerja. “Jika ada yang melarang atau menghalang-halangi maka dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun. Dan/atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400,” jelas Vicktor.
Masih menurut Vicktor, ada beberapa hal perlu menjadi perhatian. Bahwa bagi pekerja yang melakukan aksi mogok kerja sesuai aturan hukum, maka pihak pengusaha tidak boleh mengganti pekerja yang mogok kerja dengan pekerja lain dari luar perusahaan. Atau pihak managemen perusahan tidak dibenarkan memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apa pun kepada pekerja dan pengurus serikat pekerja selama ataupun sesudah mogok kerja.
Selain itu, Viktor juga mengingatkan bagi karyawan yang melakukan mogok kerja agar mengikuti aturan sebagaimana Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-232/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah (Kepmenakertrans 232/2003),” imbaunya mengingatkan.
“Dengan menggunakan teori hukum penafsiran terbalik (a contrario), maka ketentuan tersebut dapat ditafsirkan bahwa jika suatu mogok kerja yang dilakukan pekerja secara tidak sah, tidak tertib, dan tidak damai, maka aparat keamanan dapat melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja dan juga terhadap pengurus serikat pekerja,” papar Vicktor sebelum mengakhiri statemennya.
(Sahriani)
COMMENTS